Minggu, 17 April 2011

FORMAT BAKU SISTEM ANALISIS (KASUS 3 : phobia cacing)

phobia cacing

Tahap-tahap:
a. Pendekatan
b. Mengagali informasi / anamneses
c. Memlih terapi yang tepat
d. Pelaksanaan terapi
e. Controlling
f. evaluasi

A. 1. Case name : Pendekatan
2. Pre condition : None
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1). Sapaan
2). Menanyakan kabar
5. Post Condition : Anamnese
6. Actor who gets benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

B. 1. Case name : Anamnese
2. Pre condition : Pendekatan
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Menanyakan identitas
2) Menanyakan latar belakang keluarga
3) Menanyakan riwayat pendidikan
4) Menanyakan relasi sosial
5. Post Condition : Memilih terapi yang tepat
6. Actor Who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

C. 1. Case Name : Memilih terapi yang tepat
2. Pre condition : Anamnese
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Desentisisasi sistematis therapy
5. Post Condition : Pelaksanaan
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

D. 1. Case Name : Pelaksanaan terapi
2. Pre condition : memilih terapi yang tepat
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Tahap pertama terapis memberikan kartu yang bergambar cacing
2) Tahap kedua perlihatkan gambar cacing dalam gambar cacing dalam layar monitor
3) Tahap ketiga terapis memberikan sebuah gambar animasi yang bergerak tentang cacing.
4) Tahap ke empat terapis memperlihatkan cacing mainan yang terbuat dari karet
5) Tahap ke lima klien diberikan cacing mainan yang terbuat dari karet
6) Tahap ke enam klien dihadapkan pada cacing dari jarak 2 meter
7) Tahap ke tujuh yaitu tahap terakhir klien diberikan cacing
5. Post Condition : Controlling
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

E. 1. Case Name : Controlling
2. Pre condition : Pelaksanaan terapis
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Pengawasan dilakukan setelah pelaksanaan terapi
5. Post Condition : Evaluasi
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

F. 1. Case Name : Evaluasi
2. Pre condition : Controlling
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Harapan awal : klien tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum
2) Saat terapi dilakukan , klien merasa nyamana dan mampu mengatasi phobianya.
5. Post Condition : None
6. Actor who Gets Benefit : Klien, Terapis, dan orang tua (ibu)

FORMAT BAKU SISTEM ANALISIS (KASUS 2 : phobia badut)

PHOBIA BADUT

Tahap-tahap:
a. Pendekatan
b. Mengagali informasi / anamneses
c. Memlih terapi yang tepat
d. Pelaksanaan terapi
e. Controlling
f. evaluasi


A. 1. Case name : Pendekatan
2. Pre condition : None
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1. Sapaan
2. Menanyakan kabar
5. Post Condition : Anamnese
6. Actor who gets benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

B. 1. Case name : Anamnese
2. Pre condition : Pendekatan
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Menanyakan identitas
2) Menanyakan latar belakang keluarga
3) Menanyakan riwayat pendidikan
4) Menanyakan relasi sosial
5. Post Condition : Memilih terapi yang tepat
6. Actor Who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

C. 1. Case Name : Memilih terapi yang tepat
2. Pre condition : Anamnese
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : flooding therapy
5. Post Condition : Pelaksanaan
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis

D. 1. Case Name : Pelaksanaan terapi
2. Pre condition : memilih terapi yang tepat
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Klien dihadapkan langsung ke badut
5. Post Condition : Controlling
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

E. 1. Case Name : Controlling
2. Pre condition : Pelaksanaan terapis
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : pengawasan dilakukan setelah dilakukan terapi
5. Post Condition : Evaluasi
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

F. 1. Case Name : Evaluasi
2. Pre condition : Controlling
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Saat terapi dilakukan klien merasa tidak nyaman karena ia kaget dengan terapi yang diberikan oleh terapis
5. Post Condition : None
6. Actor who Gets Benefit : Klien, Terapis, dan orang tua (ibu)

FORMAT BAKU SISTEM ANALISIS (KASUS 1 : phobia ruang kosong)

KASUS 1 : PHOBIA RUANG KOSONG

Tahap-tahap:
a. Pendekatan
b. Mengagali informasi / anamneses
c. Memlih terapi yang tepat
d. Pelaksanaan terapi
e. Controlling
f. evaluasi


A. 1. Case name : Pendekatan
2. Pre condition : None
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1. Sapaan
2. Menanyakan kabar
5. Post Condition : Anamnese
6. Actor who gets benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

B. 1. Case name : Anamnese
2. Pre condition : Pendekatan
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Menanyakan identitas
2) Menanyakan latar belakang keluarga
3) Menanyakan riwayat pendidikan
4) Menanyakan relasi sosial
5. Post Condition : Memilih terapi yang tepat
6. Actor Who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

C. 1. Case Name : Memilih terapi yang tepat
2. Pre condition : Anamnese
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Desentisisasi sistematis therapy
5. Post Condition : Pelaksanaan
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis

D. 1. Case Name : Pelaksanaan terapi
2. Pre condition : memilih terapi yang tepat
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : 1) Tahap pertama terapis akan memberikan kartu kepada klien yang bergambar ruang kosong
2) Tahap yang kedua klien diperlihatkan gambar ruang kosong dalam layar monitor
3) Tahap ke tiga klien diperlihatkan ruang kosong dari jarak 3 meter
4) Tahap ke empat klien diperlihatkan ruang kosong dari jarak 2 meter
5) Tahap ke empat klien diperlihatkan ruang kosong dari jarak 1 meter
6) pada tahap terakhir yaitu tahap ke tujuh setelah itu semua dilakukan, klien di bawa langsung ke ruang kosong.
5. Post Condition : Controlling
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

E. 1. Case Name : Controlling
2. Pre condition : Pelaksanaan terapis
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : pengawasan yang dilakukan setelah dilakukan terapi
5. Post Condition : Evaluasi
6. Actor who Gets Benefit : Klien. Terapis, dan orang tua (ibu)

F. 1. Case Name : Evaluasi
2. Pre condition : Controlling
3. Actor Who Intiates : Terapis
4. Steps : Saat terapi dilakukan klien merasa nyaman dengan terapi yang dilakukan, sehingga ia bisa mengontrol saat ia melihat ruang kosong
5. Post Condition : None
6. Actor who Gets Benefit : Klien, Terapis, dan orang tua (ibu)

Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya, ibarat garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif (effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul) kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat.

Refleksi dari kepemimpinan yang efektif, bertanggungjawab, dan terbalutnya hubungan sinergis antara pemimpin dengan yang dipimpin, adalah makna filosofis dari nasehat Rasulullah SAW: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap pimpinannya, seorang Amir (kepala negara) adalah pemimpin dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya ….” (HR Bukhari & Muslim)

Genesis kekuasaan, atau dalam terminologi lain: “jenis-jenis kekuasaan (types of power)” (Robbins-1991), atau “basis-basis kekuasaan sosial (the bases of social power)” (French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari lima hal: legitimate power, coercive power, reward power, expert power, dan referent power.

Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap karyawannya.

Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah. Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.

Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahannya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih menantang, dsb.

Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power.

Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda, maka anda dapat berkuasa atas saya.

Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan terampil mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan genesis kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Inilah yang disebut penulis dalam kalimat sebelumnya sebagai kepemimpinan yang efektif (effective leadership), dimana implementasinya adalah dengan “memanfaatkan genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat”.

Dan marilah kita saksikan bagaimana khalifah Abu Bakar Asshidiq, menggunakan legitimate power yang dimilikinya untuk memerintahkan Usamah bin Zaid meneruskan rencana memimpin pengiriman tentara ke Syria, di sisi lain menggunakan referent power untuk meminta ijin Usamah bin Zaid agar meninggalkan Umar Bin Khattab di Madinah. Dan dalam keadaan yang berbeda, beliau memakai expert power ketika menolak permintaan Fathimah (putri Rasulullah) dengan landasan hukum fiqih dan hadits shahih, berkenaan dengan masalah harta warisan setelah Rasulullah SAW wafat.

Adalah Umar bin Abdul Aziz yang telah berhasil menggunakan coercive powernya ketika menjabat sebagai gubernur wilayah Hejaz, untuk tidak memperbolehkan Hajjaj bin Yusuf Atssaqafi (penguasa Iraq yang dhalim) melewati kota Madinah. Meskipun secara kedudukan Hajjaj memiliki tempat istimewa di hati penguasa Daulat Bani Umaiyah. Dan dengan kekuatan referent power dan reward power yang dimilikinya, Umar bin Abdul Aziz telah berhasil menyatukan kelompok-kelompok Qeisiyah, Yamaniah, Khawarij, Syiah, Mutazilah, yang secara terus menerus bertikai pada masa itu. Juga berhasil mengumpulkan ulama-ulama yang shaleh dan terkemuka yang sebelumnya telah mengasingkan diri, menjauhkan diri dari kekuasaan karena kerusakan moral kekhalifahan Bani Umayah sebelumnya. Para ulama justru mendatangi Umar bin Abdul Aziz, duduk bersama untuk memecahkan masalah umat.

Merindukan pemimpin republik yang tidak hanya pandai menggunakan coercive power dan legitimate power dalam memimpin republik. Tapi juga dengan bijak dan cerdik menggunakan expert power, referent power, ataupun reward power dalam mempersatukan seluruh anak negeri, dan mengangkat republik dari keterpurukan.

PENCEGAHAN KETIDAKPUASAN KERJA

Idealnya seorang manajer yang sekaligus sebagai pemimpin suatu unit kerja dapat mengetahui kebutuhan, kepribadian, dan masalah-masalah yang dihadapi karyawannya. Masalah-masalah yang sering dihadapi karyawan antara lain ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja. Kedua faktor itu berhubungan antara lain dengan gaya kepemimpinan manajer, manajemen kompensasi, manajemen karir, dan intensitas hubungan vertikal dan horisontal. Dengan demikian masalah yang dihadapi karyawan disini lebih ditekankan pada faktor penyebab eksternal dirinya. Artinya kalau faktor-faktor eksternal tadi tidak diperbaiki maka kepuasan kerja dan motivasi kerja bakal rendah dan akan memengaruhi kinerja karyawan. Pada gilirannya akan memengaruhi kinerja perusahaan.

Sementara itu karyawan bermasalah dapat diindikasikan antara lain sebagai sifat atau perilaku malas, komitmen kurang, emosional, kedisiplinan tidak terkendali, kerap bolos kerja, dan egoistis dalam bekerjasama. Ciri bekerja dan kinerjanya adalah sangat marjinal, asal-asalan, dan kurang toleran dengan lingkungan. Perilaku tersebut lebih berkait dengan faktor internal ketimbang eksternal. Faktor internal karyawan meliputi faktor-faktor pendidikan, usia, pengalaman kerja, sikap, dan ketrampilan. Namun demikian lemahnya manajemen kontrol, kurangnya pelatihan dan pengembangan, tidak adilnya manajemen kompensasi dan karir, rendahnya mutu hubungan horisontal dan vertikal dapat mendorong terjadinya perilaku negatif dari karyawan seperti itu.

Baik masalah karyawan dan karyawan bermasalah akan dapat menimbulkan masalah perusahaan yang kronis dan menimbulkan ongkos mahal. Ujungnya adalah keuntungan perusahaan yang menurun. Bayangkan misalnya perusahaan harus menanggung beban kalau produktivitas menurun akibat potensi karyawan yang rendah. Begitu juga kalau perusahaan harus menghentikan program produksinya karena banyak karyawan yang malas dan tidak disiplin. Selain itu bisa menimbulkan kegagalan pendistribusian barang ke pasar dan ketidakpuasan konsumen dan pelanggan.

Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.

Sementara itu strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi karyawan bermasalah antara lain dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya karyawan bermasalah misalnya terhadap karyawan yang malas, tidak disiplin, sangat sensitif, temparamental, dan sangat egoistis.
2. melakukan sosialisasi dan internalisasi budaya organisasi atau korporat, budaya kerja, dan budaya mutu kerja secara intensif; kalau diperlukan diperlukan tindakan penegakan kedisiplian dan koreksi yang bergantung pada derajad masalahnya.
3. melakukan pelatihan dan pengembangan khususnya yang menyangkut softskills disertai dengan bimbingan dan konseling kepada karyawan khususnya oleh manajer dan karyawan senior yang berwibawa.
4. menerapkan sistem imbalan yang menarik kepada karyawan berprestasi dan hukuman kepada yang berkinerja dibawah standar secara obyektif, tegas dan tidak diskriminasi.
5. mengembangkan sistem umpan balik tentang proses dan kinerja perusahaan berikut masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dan karyawan dalam membangun suasana pembelajaran yang dinamis dan merata di semua karyawan; baik dilakukan secara formal maupun informal.
6. mengembangkan tim kerja yang solid dan dinamis dengan kepemimpinan yang berorientasi membangun motivasi dan transformasional.

Fenomena masalah karyawan dan karyawan bermasalah merupakan hal yang rutin terjadi di suatu perusahaan. Yang berbeda cuma derajad dan frekuensinya saja. Mulai dari kondisi yang ringan sampai yang parah. Karena itu pendekatannya pun ada yang dengan menggunakan jalur keorganisasian berupa penyusunan strategi dan kebijakan SDM yang baru dan ada yang hanya dilakukan dengan pendekatan personal. Namun apapun derajadnya, mengatasi masalah karyawan dan karyawan bermasalah tidak bisa ditunda-tunda; menunggu masalahnya sudah mencapai titik kritis. Kalau seperti itu maka permasalahannya akan semakin kampleks. Jadi harus sudah diantisipasi dan segera diatasi.

PERANAN TEKNOLOGI INFORMAS DALAM DUNIA PROFESI PSIKOLOGI

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana perilaku seseorang yang meliputi segala aktifitas-aktifitasnya. Untuk melihat bagaimana perilaku seseorang dan dikaitkan dengan kondisi kejiwaannya. Psikolog adalah seseorang yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan individu yang sedang mengalami kondisi kejiwaan yang kurang baik, seperti stress, depresi, sulit mengambil keputusan, kurang motivasi, tidak percaya diri. Sementara itu teknologi informasi memiliki definisi sebagai berikut, menurut Haag dan Keen (1996), teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. Menurut Martin (1999), teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang akan digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirim/menyebarkan informasi. Sementara Williams dan Sawyer (2003), mengungkapkan bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video. Saat ini teknologi informasi telah merambah ke segala bidang baik itu pendidikan, ekonomi, kedokteran, arsitektur, dan lain sebagainya. Hal ini tidak lain untuk memberikan kemudahan bagi setiap orang untuk dapat menjalankan tugas pekerjaannya. Banyak macam serta jenis dari teknologi informasi tersebut yang terdiri dari software dan hardware yang dapat memberikan manfaat sesuai dengan fungsinya bagi para pekerja yang menggunakan teknologi informasi. Perkembangan lain dari teknologi informasi yang berkaitan dengan profesi psikologi adalah pembaca sidik jari, dimana seorang psikolog dapat dengan mudah mengetahui minat kliennya. Hal ini sangat mempermudah pekerjaan seorang psikolog karna dapat mengarahkan kliennya dari keinginan atau minat dan bakat yang dimilik seseorang. Ini sebagai penemuan baru dibidang psikolog dimana ibu jari di scan atau disebut dengan fingerprint scanner atau dermatoglyphics. Maka dari itu teknologi informasi sangat berperan untuk profesi psikologi karena bermanfaat dan mempermudah pekerjaan seorang psikolog, terlebih dengan adanya hardware yang dapat mendeteksi minat seorang anak seperti fingerprint scanner.
Sumber:
Media Indonesia.com
Teknik informatika.com

Psikoterapi

adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Menurut dr Zakiah Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain:

* psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
* Psikoterapi Re-eduktif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu. * psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
* psikologi kognitif, dimaksudkan untukmemulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
* Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri.* psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.